Save Orangutan
Orangutan
Borneo, Tersingkir dari Rumah Sendiri
Orangutan Borneo (Sumber:
Nationalgeographic.co.id)
Apa yang kita
pikirkan ketika berbicara tentang Kalimantan? Hutan, Suku Dayak, tambang
batubara, orangutan dan lain-lain. Ya, sejuta predikat melekat di pulau
Kalimantan. Itulah sebabnya, menjejakkan kaki di Kalimantan bagi orang luar
Kalimantan adalah sebuah anugerah. Ketika hidup di pulau Jawa yang sesak dengan
polusi kendaraan dan kemacetan yang tiada berkesudahan, melakukan perjalanan ke
tanah Kalimantan yang biasa disebut sebagai Borneo bagai oase di tanah gurun. Lain dari yang lain, sungguh beda.
Banyak tempat wisata
di Kalimantan yang mampu memikat pengunjung baik lokal maupun mancanegara. Beberapa
tahun belakangan ini, tempat idaman yang menjadi tujuan wisata adalah keindahan
Pulau Derawan yang terkenal
dengan keindahan pantai dan aktifitas berenang dengan ubur-ubur yang tidak
membuat gatal-gatal di kulit. Kunjungan ke Pulau tersebut mampu memberikan cerita perjalanan yang indah bagi siapa saja yang
mengunjunginya. Pulau Derawan terdiri dari beberapa gugusan pulau kecil itu
memang telah menjadi ikonik pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur.
Banyak orang bilang, tak lengkap rasanya ke Kalimantan jika tidak berkunjung ke
pulau Derawan.
Seperti orang lainnya
yang dibuat rasa ingin tahu akan keindahan Kalimantan, saya pun berniat untuk
berkunjung ke pulau tersebut. Menjejakkan kaki di tanah Borneo sudah saya idamkan sejak dulu. Cerita indah yang diperoleh dari teman tentang
betapa mudahnya mengadu nasib membuat saya semakin penasaran. Bertahun-tahun
lamanya saya menunggu keajaiban, akhirnya saya berkesempatan untuk bertandang
ke pulau tersebut.
Perjalanan
yang "Ngangeni"
Yang membuat saya
bahagia adalah cerita perjalanan ke tanah Borneo tersebut
benar-benar gratis baik biaya transportasi maupun tempat menginap di hotel
selama 3 hari 2 malam. Sebuah hadiah perjalanan karena terpilih sebagai 10
besar pemenang dalam ajang lomba menulis yang bertajuk “Bisnis Indonesia
Writing Contest 2015”. Perjalanan yang menyenangkan dan membuat kangen (ngangeni) tersebut berlangsung pada
bulan Juni 2015 lalu.
Undangan khusus untuk
mengunjungi lapangan minyak dan gas (migas) sebuah perusahan ternama di
Kalimantan Timur, SPS (Senipah, Pechiko, South
Mahakam) milik PT. Total E&P Indonesie merupakan anugerah Tuhan buat
saya. Betapa tidak, saat itulah seumur hidup saya baru menginjakkan kakinya di
pulau Kalimantan. “Wah, papa akhirnya kesampaian juga pergi ke Kalimantan yah”,
begitulah goda istri ketika hendak pergi ke Kalimantan.
Pesawat yang saya tumpangi
berangkat dari Bandara Internasional Ngurah Rai Bali akhirnya mendarat dengan
selamat di Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan setelah transit di
Bandara Internasional Juanda Surabaya (Sumber:
dokumen pribadi)
“Di
Kalimantan, di sana-sini masih banyak hutan. Rumah-rumah masih sangat jarang.
Makanya, orang utan masih banyak yang hidup di sana. Jangan kaget, kalau kita
jalan-jalan di hutan, kita bisa ketemu orang utan tanpa sengaja”.
Itu adalah salah satu
kalimat yang selalu saya terima dari teman atau tetangga yang pernah mengadu
nasib di pulau Kalimantan. Bahkan, kalimat tersebut masih terngiang di telinga
saya ketika menginap salah satu hotel di Kota Balikpapan sebelum bertolak ke
Kutai Kartanegara. Benar, saya ingin tahu secara langsung kondisi hutan yang
ada.
Sungguh, saya tidak
sabar untuk melihat langsung kondisi tanah Borneo, apakah benar yang dikatakan
banyak orang. Pagi-pagi yang masih diselimuti hujan rintik-rintik, bis yang
membawa saya dan rombongan lainnya bertolak dari Balikpapan menuju Kutai
Kartanegara. Dalam perjalanan yang menghabiskan waktu kurang lebih 2,5 jam,
saya tidak mampu untuk memejamkan mata.
Selama perjalanan,
pandangan mata saya disuguhi dengan rimbunnya hutan dari berbagai jenis. Kondisi
tersebut dibarengi dengan jalur perjalanan yang menikung dan naik turun. Namun,
banyak juga pemandangan yang berbanding terbalik dengan predikat hutan
Kalimantan. Saya kerapkali melihat puluhan buldoser melakukan pengerukan tanah
di sela-sela hutan yang lebat. Tentunya, banyak pepohonan yang dirobohkan.
Bukan hanya itu, banyak tanah yang beralihfungsi menjadi perkebunan kelapa
sawit.
Buldoser sedang merobohkan
pepohonan untuk menjadikan alih fungsi hutan (Sumber: Mongabay.co.id)
Penebangan hutan yang
tidak diimbangi dengan proses deforestasi
mengakibatkan kondisi hutan yang ada menjadi kritis atau gundul. Tidak usah
dipungkiri bahwa kondisi tersebut berakibat bencana alam seperti longsor,
banjir dan kerusakan habitat alam. Jangan kaget, saat musim penghujan datang
musibah banjir yang berakibat buruk bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Mengapa? Karena pepohonan yang berfungsi sebagai penahan aliran dan penyerap
air telah hilang. Akhirnya, aliran air yang ada akan meluncur cepat tanpa
kendali bagai air bah.
Kawasan hutan yang telah gundul
untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit (Sumber:
Mongabay.co.id)
Bukan hanya akibat
alih fungsi lahan yang ditimbulkan oleh masyarakat dan perusahaan perekbunan. Saya
juga berpikir, benar apa yang diberitakan di media baik televisi, cetak maupun
online. Kini pemandangan hutan kelapa sawit yang mendominasi berjejer rapi di
sepanjang perjalanan saya menuju Kutai Kartanegara. Lantas, dimanakah orangutan
bisa hidup di Kalimantan?
Kita tidak menyadari
bahwa di balik keindahan tempat wisata Kalimantan yang menarik pengunjung juga
mempunyai sisi kelam bidang lingkungan. Berkurangnya jumlah luasan hutan yang
ada memberikan dampak buruk terhadap kehidupan primata Orangutan Borneo. Orangutan
yang hanya bisa kita temui di hutan Sumatera (Pongo abelii) dan Kalimantan (Pongo
pygmaeus) berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Menjaga
Kelangsungan Hidup Orangutan
Sebagai informasi
bahwa pada tahun 2007, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam Departemen Kehutanan, bekerja sama dengan Asosiasi Primatologi Indonesia
(APAPI) dan Orangutan Conservation
Services Program (OCSP) yang didanai oleh USAID, melakukan proses yang
menghasilkan kerangka dasar melalui pengarahan para pemangku kepentingan untuk
memberikan perbaikan dalam kondisi orangutan dan habitat hutan dataran rendah
selama sepuluh tahun ke depan. Rencana Strategi dan Aksi Nasional Konservasi
Orangutan 2007 – 2017 ini ditandatangani oleh Kementerian Kehutanan dan
diumumkan oleh Presiden Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim di Bali, pada
bulan Desember 2007 (Wikipedia.org).
Perlu diketahui,
Orangutan Borneo dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut
(dpl) yang keberadaannya dilindungi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya dan digolongkan sebagai Critically
Endangered oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang
berkedudukan di Swiss. Sedangkan,
Orangutan Borneo terbagi dalam tiga
subspesies:, yaitu Pongo pygmaeus
pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut
Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang
ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito;
dan Pongo pygmaeus morio. Di
Kalimantan, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh
hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei
Darussalam.
Sekarang, kehidupan
Orangutan sangat terancam. Bukan hanya dari hewan pemangsa yang hidup di hutan,
tetapi ancaman terbesar justru datang dari manusia. Kondisi hutan yang semakin
sempit sangat berpengaruh terhadap populasi orangutan. Bahkan, 80 persen
habitat orangutan telah beralihfungsi. Saya
menyadari betul bahwa berkurangnya jumlah luasan hutan Kalimantan sebagai
habitat asli orangutan kian digerogoti para investor konsesi tambang dan
perkebunan kelapa sawit.
Bahkan, kenyataannya
kondisi hutan Kalimantan dibabat untuk beralihfungsi tanpa memperhatikan
kondisi orangutan yang ada. Demi mengeruk keuntungan semata, maka hutan asli bisa
disulap menjadi berbagai bentuk perkebunan. Yang paling tragis adalah ketika
perubahan alihfungsi lahan menggunakan cara-cara yang ekstrim seperti
pembakaran hutan, penebangan hutan tanpa reboisasi dan lain-lain. Nasib kehidupan
orangutan akhirnya dikorbankan.
Ketika hutan dibakar
untuk dijadikan perkebunan, maka yang terjadi adalah banyak orangutan tak
berdosa yang terbakar hidup-hidup karena bernasib sial. Mereka tidak mampu
menyelamatkan diri karena habitat aslinya telah terbakar dari berbagai penjuru.
Bukan hanya itu, pemutusan generasi orangutan pun terhenti. Berapa banyak induk
orangutan yang mati terbakar atau kelaparan karena stok makanan yang tersedia
di alam telah hilang. Serta, banyak bayi orangutan yang ditinggalkan induknya
karena berusaha menyelamatkan diri akhirnya menjadi “yatim piatu”.
Berkurangnya populasi
orangutan bukan hanya karena konsesi tambang ddan alih fungsi lahan tetapi
ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat atas kelangsungan hidup
orangutan. Banyak orangutan yang menjadi peliharaan di rumah-rumah. Oleh karena
itu, Orang utan menjadi komoditi perdagangan gelap (illegal) baik nasional maupun lintas negara karena keuntungan yang
menggiurkan. Kita juga sering melihat dan mendengar berkali-kali berita yang
ada bahwa orang utan diperlakukan tidak layak, disiksa sebelum dibunuh karena
telah merusak perkebunan kelapa sawit.
Kepedulian
Kita Bersama
Selain Orangutan
Sumatera yang telah diklasifikasikan
sebagai spesies yang sangat terancam punah (critically endangered), menurut World
Conservation Union (Daftar Merah IUCN 2007 / IUCN Red List 2007)
mengklasifikasikan orangutan Borneo sebagai spesies yang terancam punah (endangered). Oleh sebab itu, untuk
mempertahankan kelangsungan hidup orangutan Borneo membutuhkan lahan konservasi
orangutan secara komprehensif dan
terintegrasi oleh semua pemangku kepentingan, baik di lapangan dan di arena
politik, untuk memastikan keberhasilannya.
Berkurangnya habitat
asli orangutan juga berakibat menjadikan perkebunan yang ada sebagai sumber
makanan. Sementara, sang pemilik perkebunan (baca: kelapa sawit) tidak rela
jika hasil perkebunan yang ada hilang begitu saja. Akhirnya, cara-cara jahat
pun dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Orangutan yang berkeliaran mencari
makan di perkebunan kelapa sawit dianggap sebagai hama yang harus dibunuh.
Berbagai cara perusahaan perkebunan menghabisi orangutan. Memberikan hadiah
atau uang jasa kepada masyarakat untuk membunuh orangutan adalah cara keji yang
ditempuh oleh perusahaan perkebunan.
Pada tahun 2011 di
Desa Puan Cepak, Kecamatan Muarakaman, Kabupaten Kutai Kartenegara, Kalimantan
Timur, cukup menghebohkan dunia dengan berita tentang pembantaian orangutan
yang dianggap hama di perkebunan sawit milik PT. Khaleda. Lanjut, pertengahan
Mei 2014, terungkap kasus penganiayaan orangutan di Bengalon, Kabupaten Kutai
Timur. Seorang warga desa menemukan seekor orangutan yang tubuhnya penuh luka
yang diduga akibat dianiaya dengan senjata tajam. Sungguh tindakan yang
menghancurkan kelangsungan hidup primata langka tersebut.
Demi menjaga
kelangsungan hidup orangutan Borneo, maka dibutuhkan partisipasi banyak pihak. Salah
satu lembaga nirlaba yang sangat peduli terhadap kelangsungan hidup orangutan
Borneo adalah Yayasan Borneo Orangutan
Survival (BOS) yang menggambarkan isu penting penyelamatan orangutan ini
dengan meletakkan boneka bayi orangutan raksasa di sisi sebuah gedung. Hal ini
menunjukkan bahwa habitat asli orangutan Borneo semakin habis, sehingga mereka
harus menaiki gedung untuk mencari makan. Orangutan yang memanjat gedung tinggi
adalah simbol hancurnya habitat asli dan hilangnya rumah mereka.
Ini adalah tamparan
keras buat kita bahwa orangutan sebagai primata endemik lambat laun akan
tinggal kenangan. Lanjut, anak cucu kita hanya mendapatkan cerita hampa yang
tiada bukti. Untungnya, masih banyak pihak atau lembaga yang peduli kelangsungan
hidup orangutan. Yayasan BOS mengusung kampanye Climb Orangutan atau Memanjat untuk Orangutan dalam rangka
mengimbau semua pihak, khususnya rakyat Indonesia untuk turut berperan aktif
dalam penyelematan orangutan dan habitatnya. Kampanye tersebut merupakan salah
satu upaya Yayasan BOS untuk meraih dukungan dari masyarakat Indonesia dan
dunia dengan mengajak semua pihak beraksi sekarang juga untuk menyelamatkan orangutan.
Uluran tangan lembaga
lainnya adalah Protection of Forest &
Fauna (ProFauna), sebuah lembaga independen nonprofit berjaringan
internasional yang bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar juga
melakukan aksi nyata dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang arti
penting menjaga agar primata orangutan tidak punah. Edukasi yang dilakukan
secara terus-menerus tentang perlunya kelangsungan hidup orangutan merupakan
faktor untuk menjaga orangutan mempunyai habitat aslinya. Masyarakat lambat
laun memahami bahwa menjaga kelangsungan hidup satwa langka merupakan tindakan
peduli terhadap kelestarian alam. Yang
membuat kita malu adalah saat orang asing justru peduli dengan kondisi
orangutan Borneo, seperti yang ada dalam tayangan berikut.
Jungle Survivors: Saving
Orangutans in Borneo
(Sumber: 16x9onglobal)
Untuk menjaga
kelangsungan hidup orangutan Borneo, maka pemerintah juga membuat sebuah Taman
Nasional. Salah satu habitat asli yang sangat cocok untuk berkembang biak
orangutan Borneo berada di kawasan Tanjung Puting yang bernama Tanjung Puting National Park
(Taman Nasional Tanjung Puting) yang
berada di Kalimantan Tengah. Untuk mencapai lokasi tersebut, maka setiap
pengunjung harus menggunakan alat transportasi perahu klotok dengan menyusuri
sungai.
Perahu klotok, sarana
transportasi yang menyusuri sungai untuk menjangkau Taman Nasional Tanjung
Putting
(Sumber:
www.crossborneotour.com)
Taman Nasional
Tanjung Puting berfungsi sebagai kawasan perlindungan hutan dan pelestarian
alam. Di dalamnya hidup bebas orangutan Boneo tanpa ada gangguan tangan jahil
manusia. Di kawasan ini, kelangsungan hidup orangutan Borneo bisa terjaga
dengan baik. Dengan datangnya wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional
Tanjung Puting memberikan pelajaran bahwa kelangsungan hidup orangutan yang
terancam punah bisa sedikit terobati. Bila perlu, pembuatan taman nasional atau
lahan konservasi untuk menjaga kelangsungan hidup orangutan bisa ditambah
jumlahnya.
Taman Nasional Tanjung Puting,
sebagai lahan konservasi untuk perlindungan hutan dan pelestarian alam, yang di
dalamnya hidup orangutan Borneo (Sumber:
www.fnpf.org)
Wisatawan asing sedang
memperhatikan tingkah laku orangutan Borneo Taman Nasional Tanjung Puting (Sumber: www.tanjungputingtour.com)
Yang menarik adalah
Taman Nasional Tanjung Puting merupakan tempat wisata idaman yang mengemban Certificate of Exellence dari Trip
Advisor. Ini menunjukan bahwa Taman Nasional merupakan tujuan wisata
internasional yang wajib dikunjungi jika wisata ke Kalimantan. Oleh sebab itu,
semua pihak ikut berpartispasi menjaga Taman Nasional Tanjung Puting tersebut.
Taman Nasional Tanjung Puting
sebagai tujuan wisata yang istimewa ketika berkunjung ke Kalimantan (Sumber: www.tripadvisor.com.au)
Di akhir tulisan ini,
saya ingin mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia perlunya kesadaran tinggi
dan memahami betul bahwa populasi satwa langka endemik orangutan, khususnya
orangutan Borneo semakin berkurang dari tahun ke tahun. Ancaman terbesar justru
datang dari manusia sendiri. Berbagai bentuk alih fungsi hutan yang disulap
menjadi kawasan tambang dan perkebunan kelapa sawit membuat habitat asli
orangutan semakin sempit. Ditambah lagi, kurangnya kesadaran masyarakat menjaga
kelangsungan hidup orangutan dengan melakukan pembunuhan, perdagangan illegal
dan lain-lain merupakan salah satu bukti konflik antara manusia dan orangutan.
Sungguh tragis,
habitat asli sebagai tempat hidup dan mencari makan bagi orangutan semakin habis.
Dampaknya, ketika orangutan mencari makan di kawasan perkebunan kelapa sawit
justru dianggap sebagai hama yang harus dibunuh. Aksi pembunuhan, penyiksaan
dan perdagangan gelap ddan lain-lain merupakan
perilaku jahat manusia yang menggerogoti populasi orangutan yang kian terancam. Jika semua pihak hanya
berdiam diri maka suatu hari nanti cerita indah tentang kelucuan orangutan di
tanah Borneo akan tinggal kenangan. Mari bergandengan tangan untuk menyelamatkan orangutan Borneo. #Saveorangutan
Referensi:
http://www.antarakaltim.com/berita/22687/menyelamatkan-orangutan-kalimantan
http://orangutan.or.id/ID/orangutan/about-orangutan/
Post a Comment for "Save Orangutan"