Pak Toib, Pahlawan Masa Kini
Pak
Toib Sang Penjual Kasur, Sosok
Pahlawan
Keluarga
Pak Toib, pahlawan bagi keluarga
(Sumber: dokumen pribadi)
Tanggal 17 Agustus
2016, merupakan pertanda bahwa 71 tahun yang lalu Republik Indonesia (RI) telah
merdeka. Semarak kemerdekaan yang diisi dengan berbagai lomba pun menarik semua
lapisan masyarakat. Berbagai bendera, umbul-umbul dan spanduk yang bertuliskan
“HUT RI ke-71 Kerja Nyata” bisa kita lihat di mana-mana. Apalagi, di kawasan
perkantoran dan pusat bisnis, suasana kemerdekaan sangat terasa.
Pusat-pusat
perbelanjaan pun berkompetisi untuk merebut pelanggan dengan mengeluarkan
berbagai diskon dan event produk yang dijualnya. Tidak mau ketinggalan pusat
perbelanjaan yang ada di kawasan Tangerang Banten yaitu: Supermal Karawaci juga ikut menyemarakkan dengan berbagai diskon
dan event-event fantastis. Dengan tagline “Where you can explore your dream,
shopping, entertainment, sport, kid's activity, education, business and
meeting” merupakan cara cerdas untuk mendekatkan pelanggan
terhadap berbagai produk dan fasilitas yang ditawarkan.
Supermal Karawaci berusaha menjadi pahlawan bisnis dengan
memberikan berbagai diskon dan event-event yang meriah di Hari Kemerdekaan RI tahun
2016 ini. Benar, memaknai nilai-nilai kepahlawan bisa dilakukan dengan apa
saja. Tentunya, bisa memberikan bantuan kepada orang lain. Dengan kata lain,
ikut serta merasakan bagaimana pahlawan-pahlawan pada tempo perang kemerdekaan
berkorban apa saja demi kemerdekaan negeri ini.
Oleh sebab itu, sosok pahlawan
saat ini tidak perlu dengan memanggul senjata atau bambu runcing, serta
bergerilya untuk menghancurkan perlengkapan perang penjajah. Tetapi, dengan
memberikan kegembiraan bagi sesama merupakan ssalah satu sifat pahlwan yang
bissa dilakukan sekarang ini. Kita memahami bahwa banyak sosok pahlawan yang
ada di sekitar kita. Sosok yang dengan penuh keikhlasan membantu orang lain
atau keluarganya agar bisa hidup layak
dan sejahtera. Saya pun pernah mendapatinya sosok pahlawan masa kini
secara tidak sengaja.
****
Pukul 12.45 Wita.
Tugas untuk mengingat Tuhan, sholat berjamaah sudah saya laksanakan. Ya, siang
itu saya menyempatkan diri untuk sholat berjamaah di Masjid Al-Mahdi, Kampung
Kusamba, Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung Bali. Setelah rasa penasaran
terkabulkan dengan mengunjungi salah satu dari wali 7 (tujuh) pulau Bali yaitu:
Habib Ali bin Abu Bakar Al Mahdi. Memang, masjid Al Mahdi merupakan
satu-satunya tempat beribadah yang ada di Kampung Kusamba tersebut.
Masjid Al Mahdi, tempat suci yang
mempertemukan
saya dengan Pak Toib (Sumber:
dokumen pribadi)
Sehabis sholat, saya
berusaha untuk melemaskan otot-otot kaki agar aliran darah terasa lancar.
Pandangan saya masih tertuju pada lukisan langit yang sedikit mendung.
Meskipun, saat itu langit sudah meumpahkan isinya melalui rintik-rintik hujan.
Tetapi, sepertinya langit belum puas untuk menumpahkan kembali kandungan
airnya. Itulah sebabnya, mendung masih menggelayut di langit Kota Klungkung.
Seorang laki-laki
setengah baya mendadak duduk di samping saya. Kulit yang sedikit menghitam dan
kumisnya yang mulai beruban memberi gambaran bahwa orang tersebut sudah makan
asam garam kehidupan. Perkenalan saya dengannya pun berlanjut untuk saling
menyapa dan membicarakan hal-hal kecil yang sedang dihadapi saat ini. Bapak
Toib (62 tahun) yang ternyata asli Pandaan Pasuruan Jawa Timur telah merantau
di Pulau Bali kurang lebih 9 tahun lamanya. Menarik, Pak Toib masih kelihatan
sehat untuk orang-orang sebayanya.
Yang menarik saya,
setelah pembicaraan begitu mengalir adalah Bapak Toib yang berprofesi sebagai pedagang tikar
dan kasur adalah sosok pahlawan bagi keluarganya. Bukan karena perjuangannya
membela tanah air dengan membawa bambu runcing atau memanggul senjata, tetapi
dengan kesadaran tinggi berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai ke
perguruan tinggi.
Ada pepatah, “jangan
menilai buku dari sampulnya” ternyata benar adanya. Jika, sekilas melihat
penampilan Bapak Toib, kita akan terperanjat alias tidak percaya bahwa 3
anaknya yang tinggal di kampung halamannya, Pasuruan bisa mengenyam pendidikan
tinggi (kuliah). “Manalah mungkin hanya
berjualan kasur yang kadang laku kadang tidak bisa membiayai anaknya sampai
perguruan tinggi”, mungkin begitu kalimat sindiran atau perasaan nyinyir orang yang pertama kali melihat
penampilan Bapak Toib.
Menurutnya, bahwa sang
bungsu yang bernama Maulidatul Islamiyah saat ini masih kuliah di salah satu
Akademi Keperawatan (Akper) di Kota Mojokerto. Kita memahami bahwa biaya kuliah
memang tinggi sekarang ini, tetapi keuletan Pak Toib telah meretas
ketidakmampuan dirinya untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih
tinggi. Pak Toib juga tidak malu-malu bahwa untuk membiayai sekolah ketiga
anaknya harus pinjam sana dan pinjam sini.
“Kalau kita punya hutang, saat jualan justru rejeki datang tiba-tiba
mas. Alhamdulillah, bisa untuk biaya anak kuliah. Yang penting doa”
katanya. Pak Toib memang harus bekerja keras untuk kebutuhan keluarganya.
Menjadi pahlawan terbaik buat masa depan anak-anaknya. Dengan sepeda motor yang
sederhana, beliau akan terus berkeliling untuk menjajakan kasur dan tikar bagi
orang-orang yang membutuhkannya.
Sungguh, pahlawan di
era digital ini merupakan sosok pahlawan bukan melawan penjajah yang merampas
hasil bumi negeri ini. Kini, sosok pahlawan tersebut berusaha dengan cucuran
keringat dan air mata demi membantu keluarga dan mencerdaskan generasi bangsa. Pahlawan
yang akan terus bergelut dengan waktu dan debu jalanan untuk membahagiakan
orang-orang tercinta.
Pak Toib, di samping sepeda motor
yang membawa
barang dagangannya (Sumber:
dokumen pribadi)
Pak Toib adalah salah
satu pahlawan dari jutaan pahlawan yang ada di negeri ini yang sama berjuang
keras demi keluarganya. Sosok sederhana yang mampu menipu kita, jika kita
melihat dari tampilan luarnya. Di balik itu, tanggung jawab yang luar biasa
yang tidak meminta uluran tangan dari siapapun untuk menjadikan masa depan
anak-anaknya penuh cahaya.
Post a Comment for "Pak Toib, Pahlawan Masa Kini"