Peningkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Peningkatan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik pada Perusahaan
Listrik Negara (PLN)
Casmudi
casmudi.vb@gmail.com
ABSTRAK
PLN merupakan
perusahaan BUMN yang bergerak dalam sektor industri nasional. Karena
berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, keberadannya diharapkan menjadi
perusahaan yang mampu berubah lebih baik di masa depan. Apalagi, perusahaan
yang mampu berstandar global dan berdaya saing dengan perusahaan listrik dunia
adalah sebuah keniscayaan. Untuk mewujudkannya, PLN
harus menerapkankan instrumen tata
kelola perusahaan yang baik yang dinamakan GCG (Good Corporate Governance).
Realisasi dari GCG
(Good Corporate Governance) yang dilakukan PLN bermanfaat untuk menjadikan
perusahaan yang bebas dari tindakan jahat, seperti: KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) bagi semua karyawan dan jajarannya dalam aspek bisnisnya. Untuk
meningkatkan keandalan pasokan listrik di seluruh nusantara, PLN tidak berjalan
sendirian. Perlu melibatkan pihak lain untuk membantu pasokan listrik. Yang
menarik adalah meningkatnya pengembangan energi primer yang berasal dari energi
terbarukan yang ramah lingkungan.
Usaha meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik diimbangi dengan
investasi yang tinggi pula. Dan, tindakan PLN tidak sia-sia karena melakukan
berbagai hal demi menerangi seluruh negeri dan kehidupan yang lebih baik.
Kata kunci: Perusahaan Listrik Negara (PLN), standar global &
berdaya saing,
tata kelola perusahaan, GCG (Good Corporate Governance)
1.
Pendahuluan
Energi
listrik sangat vital bagi kehidupan manusia. Pemerintah Indonesia melalui PLN (Perusahaan Listrik Negara) berwenang untuk
mengatur pasokan dan distribusi energi listrik seluruh nusantara. Dan, hingga kini PLN merupakan salah satu
perusahaan BUMN yang mendominasi dalam sektor industri listrik nasional. Tetapi,
karena PLN berada di bawah kendali Pemerintah sangat rentan terjadinya tindakan
KKN dan intervensi politik. Apalagi, keberadaannya diharapkan menjadi
perusahaan BUMN yang berubah lebih baik dan bersaing secara global di masa
depan. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah
instrumen tata kelola perusahaan yang baik
dalam aspek bisnisnya. Instrumen tersebut dinamakan GCG (Good Corporate
Governance).
GCG (Good Corporate Governance) adalah sistem
tata kelola perusahaan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) bagi seluruh karyawan dan jajarannya. GCG (Good Corporate Governance) sangat
penting setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. 117 Tahun
2002 yang mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan GCG. PLN berkomitmen untuk
menjalankan praktek penyelenggaraan perusahaan yang bersih dan bebas praktek KKN, menegakkan
GCG dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat. Penerapan
GCG memberikan manfaat yang luar biasa bagi PLN karena esensi di dalamnya
memberikan arah dalam pengelolaan perusahaan. Esensi dari GCG adalah
peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja
manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan
lainnya, berdasarkan kerangka peraturan yang berlaku.
Namun,
pelaksanaan GCG harus mengemban 5 (lima) prinsip dasar seperti dalam Peraturan
Menteri Negara BUMN No. 1 Tahun 2011
tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) BUMN, meliputi: 1) Transparency (transparansi/keterbukaan
informasi), yaitu keterbukaan melaksanakan proses pengambilan keputusan,
mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2) Accountability
(akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organ terlaksana secara efektif seperti proses pengelolaan perusahaan, pemegang saham
tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi
tanggung jawab direksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar PLN dan peraturan
perundang-perundangan yang berlaku.
Selanjutnya,
3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian/ kepatuhan
dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat, melalui asesmen atas penerapan tata
kelola perusahaan pada Dewan Komisaris dan Komite Dewan Komisaris yang
dilaksanakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); 4) Independency
(kemandirian), perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PLN melarang
seluruh pejabat dan karyawan untuk meminta, menerima, memberi, dan/atau
menjanjikan hadiah/bingkisan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan
jabatan dan pekerjaan; dan 5) Fairness (kewajaran), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
stakeholder (pemangku kepentingan) yang timbul berdasarkan perjanjian
dan peraturan perundang-undangan. Pemegang saham mempunyai hak untuk turut
serta dalam pembuatan keputusan seperti memilih anggota komisaris dan direksi
PLN serta hak untuk memberi suara dalam hal-hal penting dalam RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-undang BUMN.
Banyak hal yang telah direalisasikan
PLN untuk meningkatkan kualitas penerapan GCG, seperti: 1) Meningkatkan
prosentase elektrifikasi atau mengurangi defisit kelistrikan; 2) Pemantapan dan
Sosialisasi Gerakan “PLN Bersih, No Suap”, dengan 4 pilar utama, Partisipasi,
Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas (PITA); 3) Penguatan dan
sosialisasi butir-butir kode etik di seluruh jajaran insan PLN; 4) Intensifikasi
kerjasama dengan pihak independen yang kredibel untuk meningkatkan kualitas
praktik GCG; 5) Asesmen periodik mengenai kualitas penerapan GCG oleh pihak
independen.
2.
Mencukupi Ketersediaan Energi Listrik
Kita
sudah mengetahui bahwa pasokan listrik untuk masyarakat berjalan dalam lingkup
bisnis. Bisnis PLN ditunjang oleh kebijakan tarif, subsidi dan energi primer
yang berbiaya tinggi dan pertimbangan politik. Ditambah lagi adanya kekurangan
pasokan listrik diperlukan ketangguhan PLN dalam menyediakan energi listrik. Pemerintah
menilai PLN tidak mampu mengatasi
defisit listrik sendirian dan perlu partisipasi swasta. Apalagi, berdasarkan
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2013-2023, diperlukan tambahan
kapasitas pembangkit sebanyak 59,5 GW untuk melayani pertumbuhan kebutuhan
listrik sebesar 386 TWh pada tahun 2023 dengan peningkatan 8,4 persen dan
investasi sekitar $12,5 miliar/tahun.
Pelanggan meningkat dari 54 juta menjadi 77 juta (bertambah 2,7 juta/tahun)
dan rasio elektrifikasi 97,7 persen tahun 2023. Kondisi tersebut diharapkan sustainability sistem penyediaan pasokan
listrik bisa diandalkan.
“Tolok ukur yang digunakan dalam
sistem penyediaan tenaga listrik adalah: 1) Kemungkinan Kehilangan Beban
(KKB) (Loss of Load Probability/LOLP) yang merupakan jumlah hari selama
suatu jangka waktu besar beban puncak melampaui kapasitas pembangkitan yang
tersedia; 2) Kemungkinan kehilangan energi (KKE) (Loss of Energy Probability/LEP) atau jumlah energi yang tiddak
dapat disediakan akibat gangguan selama periode tertentu; 3) Kehilangan beban
yang diperkirakan (KBD) (Expected Loss of
Load/ELL) yaitu perkiraan besar beban yang tidak dapat dipikul karena
gangguan; 4) Frekuensi jumlah ganguan yang terjadi serta lamanya gangguan yang
diperkirakan (Expected Frequency and
Expected Duration of Outages); dan 5) Penyimpangan frekuensi dan tegangan
terhadap nilai nominal (Abdul Kadir,1995)
Tolok
ukur tersebut memberikan gambaran bahwa keandalan penyediaan listrik
dipengaruhi oleh keandalan investasi yang dikeluarkan. Jadi, jika kita
menginginkan keandalan pasokan listrik yang tinggi, maka diperlukan investasi
yang tinggi pula.
3.
Mendeklarasikan Perusahaan Anti-Suap
Mencegah perilaku suap dan korupsi,
PLN mendeklarasikan perusahaan yang Anti-Suap sebagai komitmen untuk penerapan
praktek tata kelola perusahaan yang baik, yaitu: 1) Tidak akan melakukan segala
tindakan yang dapat dikategorikan KKN, mark
up, pemberian hadiah, konflik kepentingan, dan pemerasan menurut UU No.
20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dalam setiap proses pengadaan barang dan
jasa pelayanan publik; 2) Menjalankan proses pengadaan barang dan jasa dengan
berpegangan pada prinsip transparansi dan efisiensi dalam penggunaan aset negara;
dan 3) Menjalankan proses pengadaan barang dan jasa dengan mengikuti proses
legal formal juga menekankan pada prinsip efisiensi dan transparansi.
Bukan
hanya deklarasi, PLN juga mengembangkan empat (4) pilar utama, yaitu :1) Partisipasi, komitmen integritas pegawai
di seluruh unit dan wilayah kerja PLN, mulai pegawai hingga seluruh jajaran stakeholders yang melibatkan pihak yang bekerja
sama dengan PLN melalui deklarasi Collective
Action (komitmen PLN, vendor dan publik) untuk mencegah terjadinya korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa; 2) Integritas,
melayani masyarakat untuk membangun budaya PLN Bersih agar pegawai PLN patuh
terhadap Code of Ethic (CoE) dan Code of Conduct (CoC) yang berlaku; 3) Transparansi, keterbukaan informasi dan
sikap responsif terhadap permintaan informasi publik sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14
Tahun 2008 yang diakomodir Keputusan Direksi PLN No. 501 Tahun 2012 agar
peluang korupsi, suap, pungli dan lainnya dapat ditekan; dan 4) Akuntabilitas, responsif terhadap setiap
keluhan pelanggan, dan memberi kesempatan pengaduan terkait pelayanan pelanggan
dan pengadaan barang/jasa, seperti perwujudan Contact Center 123 dan website PLN saat ini.
Gambar 1. Deklarasi
dan Implementasi Tata Kelola Perusahaan
yang Baik yang dilakukan oleh PLN.
Sumber: Muhamad Rahmat,2012
4.
Meningkatkan GCG
PLN berupaya meningkatkan kompetensi
dan integritas SDM untuk mendukung proses transformasi menjadi perusahaan
kelistrikan berstandar dunia melalui program pelatihan peningkatan kompetensi dan
integritas, seperti: 1) Pelaksanaan program pelatihan; 2) Deklarasi sarana
pendidikan pelatihan menjadi PLN-Corporate
University; 3) Penyelenggaraan pekan inovasi Knowledge, Norm, Innovation, Festival and Exhibition (KNIFE) ke-4
tahun 2013; dan 4) Deklarasi kepatuhan terhadap Code of Conduct (CoC). Hal yang dilakukan adalah memfasilitasi
anggota Direksi untuk mengikuti berbagai pelatihan, seminar maupun lokakarya agar
wawasan dan pengetahuan meningkat,
Tabel 1. Pelatihan Direksi untuk Meningkatkan Kompetensi
Direksi
(Board of Director)
|
Pelatihan
|
||
Tanggal
|
Tempat
|
Judul
|
|
Direktur Keuangan
|
18
- 22 Mei 2014
|
Harvard Busieness School,
California
|
Leaderships for Senior Executives
|
Direktur Utama (Nur Pamudji)
|
12 - 15 Agustus 2013
|
Crotonville, New York USA
|
Customer Leadership Education Global Summit
|
Vikner Sinaga DIR (OP-IT)
|
2 November 2013
|
The Darmawangsa - Grha Bimasena
Jakarta
|
Pilihan Penyelesaian Sengketa
Bisnis yang Bermanfaat
|
Seto Anggoro Dewo DIR (KEU)
|
2-7 Desember 2013
|
Harvard Busieness School, Boston
|
Executive Program Authentic Leadership Development
|
Bagiyo Riawan DIR (OAN)
|
12-15 Agustus 2013
|
Crotonville, New York USA
|
Customer Leadership Education Global Summit
|
Sumber: Laporan
Tahunan PLN, 2014
PLN dan anak Perusahaan melakukan
kerja sama dengan pihak lain untuk mendukung program penyediaan listrik dan layanan pelanggan berkualitas. Kerja sama sesama BUMN, seperti: 1) PT Telkom,
pelayanan melalui Call Center 123 dan bersama PT Telkom maupun PT Indosat
melalui telekomunikasi jaringan listrik
dan fiber optik PLN; 2) Perum Otorita Jatiluhur (PLTA Jatiluhur), pembelian
tenaga listrik; 3) Pertamina dan PT PGN, pemenuhan bahan bakar dan kebutuhan
gas; 4) PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam, pemenuhan batu bara; 5) PT. Djakarta
Lloyd (Persero), alokasi pekerjaan pengangkutan batubara; dan lain-lain.
Kerjasama dengan non BUMN, seperti: 1)
ITB, ITS, UI, UGM, pelatihan, pengembangan SDM dan rekrutmen pegawai; 2) PT. ICON+, studi kelayakan berkonsep Shared Service Centre (SSC); 3) PT.
Wilmar Nabati, proyek konversi BBM menjadi Bahan Bakar Nabati (BBN); 4) PT. RPE
dan PT. INALUM di Sumatera; PT Kalimantan Prima Coal, PT Aji Ubaya di Kalimantan;
PT. INCO di Sulawesi, pembelian tenaga listrik berupa excess power maupun memenuhi kebutuhan sesuai dengan kontrak jual beli; 5) Bank Swasta, Bank Pemerintah
dan KUD, meningkatkan pelayanan pembayaran
rekening listrik di payment point; 6)
PT. Emerada Hess, PT. Kodeco dan PT. Madya Karya Sentosa, Suplai gas; 7) Transparency International Indonesia
(TII), memastikan PLN menjalankan usahanya sungguh-sungguh menerapkan praktek
GCG dan anti korupsi. PLN juga menjalin kerjasama dengan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dalam pengecekan kebenaran dan akurasi transaksi keuangan dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengawasan atas transaksi bisnis yang
substansial.
Sedangkan, kerja sama PLN dengan
luar negeri, seperti: 1) HAPUA (Heads of
ASEAN Power Utilities/Authorities), meliputi 8 proyek, yaitu: Generation, Transmission, Distribution,
Renewable Energy and Environment, ESI Services, Resource Development, Power
Reliability and Quality dan Human Resource; 2) AESIEAP (The Association of Electricity Supply
Industry East Asia and the Western Pacific), beranggotakan 19 negara,
dengan 4 Technical Sub Commitee yaitu: Deregulation, Privatization and Competition (DPC), Power Quality (PC), Performance Benchmarking (PB) dan Customer Relations Management (CRM); 3) Ketua ASEAN Power Grid Consultative Committee dan
tergabung dalam IERE (International
Electric Research Exchange); 4) Tenaga Nasional Berhad (TNB) Malaysia,
interkoneksi Sumatera-Peninsular (Malaysia); dan lain-lain.
Kualitas penerapan praktek GCG perlu
dipantau, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Dari tahun 2002 - 2014,
PLN telah melakukan 9 (sembilan) kali penilaian kualitas penerapan praktek GCG
yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan mengacu
pada ketentuan Kementerian BUMN. Penilaian
tersebut membentuk pola skor kualitas penerapan GCG. Tampak grafik menampilkan
5 (lima) kali hasil penilaian terakhir,
Grafik 1. Skor penilaian penerapan GCG PLN tahun 2010-2014
Sumber:
Laporan Tahunan PLN, 2014
Grafik di atas menunjukan bahwa skor penilaian penerapan GCG
PLN tahun 2014 sebesar 84,62 (turun) dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar
88,52. Tetapi, masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010-2012.
PLN memberi perhatian besar pada peningkatan kualitas layanan pelanggan,
dengan merealisasikan: 1) Peningkatan inovasi layanan berbasis teknologi
komunikasi terkini; 2) Penyediaan fitur layanan virtual service dan tanpa sekat (borderless) 24 jam melalui akun facebook PLN 123 dan akun twitter
@pln_123 maupun call center 123; dan 3) Solusi mudah bagi pelanggan dalam
memenuhi kebutuhan listrik, cepat dan akurat.
Gambar 2. Layanan Call Centre PLN sebagai
wujud integritas PLN.
Sumber:
Laporan Tahunan PLN, 2014
PLN juga mengembangkan layanan Call Back Center (CBC), dimulai dari PLN
Distribusi Jakarta dan Tangerang. Bukan hanya menerima telepon pelanggan,
tetapi menelepon balik mereka. Layanan tersebut untuk menghilangkan jasa “calo” dalam pengurusan permohonan pemasangan baru, penambahan daya
atau penyambungan sementara. Itulah sebabnya Call Back Center dilaksanakan sebagai wujud Integritas Layanan
PLN.
PLN mengembangkan sistem informasi
berbasis teknologi terkini sesuai kebutuhan dan kaidah IT-Governance terbaik untuk meningkatkan kualitas layanan dan
mewujudkan perusahaan berstandar global. Apalagi, PLN IT Strategic Plan (2002)
dan PLN IT Master Plan (2004), mengamanatkan perlunya pengembangan aplikasi
teknologi informasi dari model distributed
menuju sistem yang terpusat dan standar, melalui penguatan infrastruktur
jaringan, peningkatan pengolahan data dan keandalan data center. E-Procurement PLN (e-Proc), salah satu aplikasi IT Governance
mendukung GCG hasil kebijakan PLN tahun 2000 mengenai Informasi Stok Material PLN, Penyusunan HPS,
dan Monitoring Pergerakan Material. Keuntungan aplikasi tersebut, tahun
2005-2008 menghemat 4,56% terhadap realisasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS),
yakni Rp.249,40 Milyar dan Rp.1,6 Trilyun dari realisasi Rencana Anggaran Biaya
(RAB) terhadap Total RAB.
"e-Procurement PT. PLN (Persero)
adalah salah satu program yang sangat membantu PLN, untuk mendukung
implementasi GCG dalam mewujudkan transparansi, kontrol, keadilan (fairness),
penghematan biaya dan mempercepat proses
pengadaan, juga mencegah korupsi dan pada gilirannya meningkatkan Citra
Perusahaan" (Fahmi Mochtar, mantan Dirut PLN)
5.
Mengembangkan
Energi Terbarukan
Tahun 2014, PLN berupaya mengurangi konsumsi
BBM secara bertahap dan produksi listrik
dari pembangkit BBM sebesar 11,37% lebih kecil dibanding tahun sebelumnya
sebesar 12,35%. Sedangkan, produksi dari pembangkit non BBM mencapai 88,63%
lebih besar dari tahun sebelumnya sebesar 87,65%.
Tabel 2. Bauran energi yang dilakukan oleh PLN tahun
2011-2014
Sumber
energi
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
BBM
|
24,78
|
14,97
|
12,35
|
11,37
|
Non-BBM
|
75,22
|
85,03
|
87, 65
|
88,63
|
Gas
Alam
|
20,86
|
23,41
|
23,96
|
24,58
|
Batu
Bara
|
42,39
|
50,38
|
51,35
|
52,59
|
Panas
Bumi
|
5,20
|
4,85
|
4,49
|
4,39
|
Air
|
6,77
|
6,39
|
7,85
|
6,63
|
Surya
dan Bayu
|
-
|
-
|
0,02
|
0,02
|
Biodiesel,
Olein, dan
Biomass
|
-
|
-
|
-
|
0,41
|
Sumber: Sumber:
Laporan Tahunan PLN, 2014
Undang-Undang No. 30 Tahun 2009
tentang Ketenagalistrikan menegaskan bahwa Pemerintah membuka peluang bagi BUMN
di luar PLN, swasta, koperasi, bahkan LSM untuk menyediakan tenaga listrik bagi
kepentingan umum. Energi primer untuk mesin pembangkit membutuhkan biaya
produksi tinggi. Perlu partisipasi pihak lain untuk membantu pasokan
listrik. Apalagi, energi primer BBM yang
merupakan energi tidak terbarukan (unrenewable
energy) suatu saat akan habis. PLN mengembangkan pembangkit berbahan bakar non-BBM untuk menekan biaya
produksi. Banyak energi alternatif yang
bisa dikembangkan seperti: tenaga air
mampu menghasilkan energi listrik sebesar 75.000 MW. Baru dimanfaatkan sekitar 7,54 persen. Tenaga
panas bumi berpotensi menghasilkan energi listrik sekitar 28.543 MW dan baru
dimanfaatkan sebesar 4,17 persen. Begitu juga potensi biomassa, tenaga angin
dan tenaga ombak.
Mesin
pembangkit yang dibangun swasta menggunakan energi terbarukan yang ramah
lingkungan dilakukan oleh Asia Grand
Capital Partners melalui anak perusahaannya Indo Wind Power Holdings yang berencana membangun dua
pembangkit listrik (Jeneponto 1 dan
Jeneponto 2) berkapasitas 62,5 MW dan 100 MW dengan tenaga angin berkecepatan 8
meter per detik yang konstan sepanjang tahun di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi
Selatan awal tahun 2016 dengan nilai investasi US$320 juta.
PLN
menggunakan energi terbarukan diwujudkan keluarnya kebijakan meminimalisasi
pemakaian BBM melalui program “pembunuhan berencana” terhadap
pembangkit-pembangkit besar berbahan bakar minyak dan diresmikannya pembangunan Cirata Green Energy
(C-Gen) Campus di Jawa Barat tanggal 22 Pebruari 2012 lalu sebagai pusat
edukasi berbasis green energy dengan
konsep best practice & aplikatif,
serta untuk meningkatkan kepedulian semua kalangan dalam bidang green energy.
Gambar 3. Peran Cirata Green Energy (C-Gen) Campus dalam memasok listrik
dengan bahan bakar energi
terbarukan.
Sumber: Anonymous, 2013
Menurut Laporan
Tahunan PLN tahun 2014 menunjukan bahwa hasil pencapaian PLN selama 69 tahun PLN
berdiri, tepat dirayakannya Hari Listrik Nasional bulan Oktober 2014, adalah: 1)
Kapasitas Terpasang Pembangkit sebesar 51.620 MW (Nasional); 2) Jumlah Pelanggan
sebanyak Rp. 57,5 juta; 3) Panjang Jaringan Transmisi sebesar 39.909,80 km; 4) Pertumbuhan
Pemakaian Listrik (Electricity
Consumption Growth) sebesar 8% per tahun; 5) Panjang Jaringan Distribusi (Length of Distribution Network) sebesar 339.558,24 km; 6) Tegangan menengah (Medium Voltage) 339.558,24 km; 7) Tegangan
rendah (Low Voltage) 585.753,37 km;
8) Pelanggan Listrik (Prabayar Prepaid
Customer) sebanyak 17 Juta terbesar sedunia; 9) Rasio Elektrifikasi (Electrification Ratio) sebesar 84,3%;
dan 10) Perusahaan Pendapatan Terbesar di Dunia ke 477 tahun 2014 sebesar Rp. 292,72 triliun.
6.
Kesimpulan
Dari pembahasan di
atas dapat bahwa perusahaan BUMN rentan dengan kepentingan politik dalam
mengeluarkan kebijakan. Dampaknya, tata kelola perusahaan sarat dengan
intervensi dan tindakan KKN yang terjadi pada diri karyawan dan jajarannya. PLN
yang bergerak dalam sektor industri listrik yang diperlukan oleh hajat hidup
orang banyak berupaya mewujudkan keandalan pasokan listrik. PLN sebagai
perusahaan BUMN harus berubah lebih baik agar mempunyai standar global dan
berdaya saing dengan perusahaan listrik di dunia.
PLN membutuhkan
instrument tata kelola perusahaan yang baik dinamakan Good Corporate Governance (GCG).
Instrumen tersebut memberikan manfaat dan panduan PLN agar bebas dari
pengaruh tindakan KKN bagi seluruh karyawan dan jajarannya. Implementasi GCG
yang dilakukan PLN seperti: komitmen menyediakan energi listrik dengan
menggandeng pihak lain, mendeklarasikan Perusahaan Anti-Suap, penilaian skor kualitas penerapan praktek GCG,
Peningkatan inovasi dalam teknologi informasi (seperti Call Back Center (CBC)
dan e-Proc), meningkatkan kompetensi dan integritas SDM, dan mengembangkan
energi primer dari energi terbarukan.
Meningkatkan tata
kelola perusahaan yang baik dibutuhkan investasi yang besar. Keandalan pasokan
listrik diiringi rasio elektrifikasi setiap tahunnya. Keandalan yang tinggi
harus diimbangi dengan investasi yang tinggi pula. PLN selama 69 tahun membuktikan
hasil dari penerapan GCG dengan baik. Peningkatan berbagai realisasi yang
dilakukan PLN memberikan gambaran bahwa PLN berupaya menjadi perusahaan listrik
yang berubah lebih baik, berstandar global dan berdaya saing dengan perusahaan
listrik di dunia.
Daftar Pustaka
Anonymous. (2012). C-GEN
Campus. Pusat Edukasi Green Energy Bekal Untuk Melawan BBM. Jakarta: Info
PJB, Maret 2012 (Ed. 75)
__________.
(2008). Sistem e-Procurement PT. PLN
(Persero) Mampu Memberikan Penghematan Rp. 400 M/Tahun. Diambil dari http://eproc.pln.co.id/
Batubara,
Marwan & Widyasa, Rahma. (2014). Tata Kelola
Listrik Konstitusional. Diambil dari
http://obsessionnews.com/tata-kelola-listrik-konstitusional
Endah,
Wiwiek Dwi & Rahmat, Amri Nur. 30
Juni. 2015. Investasi Pembangkit
Listrik, Asia Grand Siapkan US$320 Juta. Bisnis Indonesia; Hal. 8 (Kol 3-5)
Kadir, Abdul. (1995). Energi
- Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Hal.567-568.
Perusahaan Listrik Negara (PLN). (2013). Laporan Tahunan (Annual Report) 2013. Peningkatan Kualitas Tata Kelola dan
Inovasi Operasional - Cara PLN untuk Lebih Bersih, Lebih Maju dan Lebih Sehat.
Jakarta: PLN
Perusahaan Listrik Negara (PLN).
(2014). Laporan Tahunan (Annual Report)
2014. Menuju Level Kinerja Baru. Jakarta: PLN
Rahmat, Muhamad. (2012). Tata Kelola yang Baik untuk PLN yang Lebih
Baik. Diambil dari http://www.fiscuswannabe.web.id/2012/10/pln.html
Tag:
PLN
TataKelolayangBaik
Post a Comment for "Peningkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Listrik Negara (PLN)"