Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peningkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Listrik Negara (PLN)



Peningkatan Tata Kelola Perusahaan

yang Baik pada Perusahaan  

Listrik Negara (PLN)


Casmudi
casmudi.vb@gmail.com


ABSTRAK
PLN merupakan perusahaan BUMN yang bergerak dalam sektor industri nasional. Karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, keberadannya diharapkan menjadi perusahaan yang mampu berubah lebih baik di masa depan. Apalagi, perusahaan yang mampu berstandar global dan berdaya saing dengan perusahaan listrik dunia adalah sebuah keniscayaan. Untuk mewujudkannya, PLN
harus menerapkankan instrumen tata kelola perusahaan yang baik yang dinamakan GCG (Good Corporate Governance).  
Realisasi dari GCG (Good Corporate Governance) yang dilakukan PLN bermanfaat untuk menjadikan perusahaan yang bebas dari tindakan jahat, seperti: KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bagi semua karyawan dan jajarannya dalam aspek bisnisnya. Untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik di seluruh nusantara, PLN tidak berjalan sendirian. Perlu melibatkan pihak lain untuk membantu pasokan listrik. Yang menarik adalah meningkatnya pengembangan energi primer yang berasal dari energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Usaha meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik diimbangi dengan investasi yang tinggi pula. Dan, tindakan PLN tidak sia-sia karena melakukan berbagai hal demi menerangi seluruh negeri dan kehidupan yang lebih baik.
Kata kunci: Perusahaan Listrik Negara (PLN), standar global & berdaya saing,
                   tata kelola perusahaan, GCG (Good Corporate Governance)


1.     Pendahuluan
Energi listrik sangat vital bagi kehidupan manusia. Pemerintah Indonesia melalui PLN (Perusahaan Listrik Negara) berwenang  untuk mengatur pasokan dan distribusi energi listrik seluruh nusantara. Dan, hingga kini PLN merupakan salah satu perusahaan BUMN yang mendominasi dalam sektor industri listrik nasional. Tetapi, karena PLN berada di bawah kendali Pemerintah sangat rentan terjadinya tindakan KKN dan intervensi politik. Apalagi, keberadaannya diharapkan menjadi perusahaan BUMN yang berubah lebih baik dan bersaing secara global di masa depan.  Oleh sebab itu, diperlukan sebuah instrumen tata kelola perusahaan  yang baik dalam aspek bisnisnya. Instrumen tersebut dinamakan GCG (Good Corporate Governance).
            GCG (Good Corporate Governance) adalah sistem tata kelola perusahaan yang bersih dan berwibawa serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) bagi seluruh karyawan dan jajarannya. GCG (Good Corporate Governance) sangat penting setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No. 117 Tahun 2002 yang mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan GCG. PLN berkomitmen untuk menjalankan praktek penyelenggaraan perusahaan yang bersih dan bebas praktek KKN, menegakkan GCG dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat. Penerapan GCG memberikan manfaat yang luar biasa bagi PLN karena esensi di dalamnya memberikan arah dalam pengelolaan perusahaan. Esensi dari GCG adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka peraturan yang berlaku.
            Namun, pelaksanaan GCG harus mengemban 5 (lima) prinsip dasar seperti dalam Peraturan Menteri Negara BUMN No. 1 Tahun  2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) BUMN, meliputi: 1) Transparency (transparansi/keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan melaksanakan proses pengambilan keputusan, mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ terlaksana secara efektif seperti  proses pengelolaan perusahaan, pemegang saham tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab direksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar PLN dan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
Selanjutnya, 3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian/ kepatuhan dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat, melalui asesmen atas penerapan tata kelola perusahaan pada Dewan Komisaris dan Komite Dewan Komisaris yang dilaksanakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan); 4) Independency (kemandirian), perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PLN melarang seluruh pejabat dan karyawan untuk meminta, menerima, memberi, dan/atau menjanjikan hadiah/bingkisan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan dan pekerjaan; dan 5) Fairness  (kewajaran),  yaitu  keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder (pemangku kepentingan) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Pemegang saham mempunyai hak untuk turut serta dalam pembuatan keputusan seperti memilih anggota komisaris dan direksi PLN serta hak untuk memberi suara dalam hal-hal penting dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-undang BUMN.
Banyak hal yang telah direalisasikan PLN untuk meningkatkan kualitas penerapan GCG, seperti: 1) Meningkatkan prosentase elektrifikasi atau mengurangi defisit kelistrikan; 2) Pemantapan dan Sosialisasi Gerakan “PLN Bersih, No Suap”, dengan 4 pilar utama, Partisipasi, Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas (PITA); 3) Penguatan dan sosialisasi butir-butir kode etik di seluruh jajaran insan PLN; 4) Intensifikasi kerjasama dengan pihak independen yang kredibel untuk meningkatkan kualitas praktik GCG; 5) Asesmen periodik mengenai kualitas penerapan GCG oleh pihak independen.
2.     Mencukupi Ketersediaan Energi Listrik
Kita sudah mengetahui bahwa pasokan listrik untuk masyarakat berjalan dalam lingkup bisnis. Bisnis PLN ditunjang oleh kebijakan tarif, subsidi dan energi primer yang berbiaya tinggi dan pertimbangan politik. Ditambah lagi adanya kekurangan pasokan listrik diperlukan ketangguhan PLN dalam menyediakan energi listrik. Pemerintah menilai PLN tidak mampu  mengatasi defisit listrik sendirian dan perlu partisipasi swasta. Apalagi, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2013-2023, diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebanyak 59,5 GW untuk melayani pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 386 TWh pada tahun 2023 dengan peningkatan 8,4 persen dan investasi sekitar $12,5 miliar/tahun.  Pelanggan meningkat dari 54 juta menjadi 77 juta (bertambah 2,7 juta/tahun) dan rasio elektrifikasi 97,7 persen tahun 2023. Kondisi tersebut diharapkan sustainability sistem penyediaan pasokan listrik bisa diandalkan.
“Tolok ukur yang digunakan dalam sistem penyediaan tenaga listrik adalah: 1) Kemungkinan Kehilangan Beban (KKB)  (Loss of Load Probability/LOLP) yang merupakan jumlah hari selama suatu jangka waktu besar beban puncak melampaui kapasitas pembangkitan yang tersedia; 2) Kemungkinan kehilangan energi (KKE) (Loss of Energy Probability/LEP) atau jumlah energi yang tiddak dapat disediakan akibat gangguan selama periode tertentu; 3) Kehilangan beban yang diperkirakan (KBD) (Expected Loss of Load/ELL) yaitu perkiraan besar beban yang tidak dapat dipikul karena gangguan; 4) Frekuensi jumlah ganguan yang terjadi serta lamanya gangguan yang diperkirakan (Expected Frequency and Expected Duration of Outages); dan 5) Penyimpangan frekuensi dan tegangan terhadap nilai nominal (Abdul Kadir,1995)
Tolok ukur tersebut memberikan gambaran bahwa keandalan penyediaan listrik dipengaruhi oleh keandalan investasi yang dikeluarkan. Jadi, jika kita menginginkan keandalan pasokan listrik yang tinggi, maka diperlukan investasi yang tinggi pula.
3.     Mendeklarasikan Perusahaan Anti-Suap
Mencegah perilaku suap dan korupsi, PLN mendeklarasikan perusahaan yang Anti-Suap sebagai komitmen untuk penerapan praktek tata kelola perusahaan yang baik, yaitu: 1) Tidak akan melakukan segala tindakan yang dapat dikategorikan KKN, mark up, pemberian hadiah, konflik kepentingan, dan pemerasan menurut UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa pelayanan publik; 2) Menjalankan proses pengadaan barang dan jasa dengan berpegangan pada prinsip transparansi dan efisiensi dalam penggunaan aset negara; dan 3) Menjalankan proses pengadaan barang dan jasa dengan mengikuti proses legal formal juga menekankan pada prinsip efisiensi dan transparansi.
            Bukan hanya deklarasi, PLN juga mengembangkan empat (4) pilar utama, yaitu :1) Partisipasi, komitmen integritas pegawai di seluruh unit dan wilayah kerja PLN, mulai pegawai hingga seluruh jajaran stakeholders yang melibatkan pihak yang bekerja sama dengan PLN melalui deklarasi Collective Action (komitmen PLN, vendor dan publik) untuk mencegah terjadinya korupsi dalam pengadaan barang dan jasa; 2) Integritas, melayani masyarakat untuk membangun budaya PLN Bersih agar pegawai PLN patuh terhadap Code of Ethic (CoE) dan Code of Conduct (CoC) yang berlaku; 3) Transparansi, keterbukaan informasi dan sikap responsif terhadap permintaan informasi publik sesuai UU  Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14 Tahun 2008 yang diakomodir Keputusan Direksi PLN No. 501 Tahun 2012 agar peluang korupsi, suap, pungli dan lainnya dapat ditekan; dan 4) Akuntabilitas, responsif terhadap setiap keluhan pelanggan, dan memberi kesempatan pengaduan terkait pelayanan pelanggan dan pengadaan barang/jasa, seperti perwujudan Contact Center 123 dan website PLN saat ini. 


 Gambar 1. Deklarasi dan Implementasi Tata Kelola Perusahaan 
yang Baik yang dilakukan oleh PLN.
Sumber: Muhamad Rahmat,2012

4.     Meningkatkan GCG
PLN berupaya meningkatkan kompetensi dan integritas SDM untuk mendukung proses transformasi menjadi perusahaan kelistrikan berstandar dunia melalui program pelatihan peningkatan kompetensi dan integritas, seperti: 1) Pelaksanaan program pelatihan; 2) Deklarasi sarana pendidikan pelatihan menjadi PLN-Corporate University; 3) Penyelenggaraan pekan inovasi Knowledge, Norm, Innovation, Festival and Exhibition (KNIFE) ke-4 tahun 2013; dan 4) Deklarasi kepatuhan terhadap Code of Conduct (CoC). Hal yang dilakukan adalah memfasilitasi anggota Direksi untuk mengikuti berbagai pelatihan, seminar maupun lokakarya agar wawasan dan pengetahuan meningkat,


Tabel 1. Pelatihan Direksi untuk Meningkatkan Kompetensi

Direksi (Board of Director)
Pelatihan
Tanggal
Tempat
Judul
Direktur Keuangan
18  - 22 Mei 2014
Harvard Busieness School, California
Leaderships for Senior Executives
Direktur Utama (Nur Pamudji)
12 - 15 Agustus 2013
Crotonville, New York USA
Customer Leadership Education Global Summit
Vikner Sinaga DIR (OP-IT)
2 November 2013
The Darmawangsa - Grha Bimasena Jakarta
Pilihan Penyelesaian Sengketa Bisnis yang Bermanfaat
Seto Anggoro Dewo DIR (KEU)
2-7 Desember 2013
Harvard Busieness School, Boston
Executive Program Authentic Leadership Development
Bagiyo Riawan DIR (OAN)
12-15 Agustus 2013
Crotonville, New York USA
Customer Leadership Education Global Summit
 Sumber: Laporan Tahunan PLN, 2014


PLN dan anak Perusahaan melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk mendukung program penyediaan listrik dan  layanan pelanggan berkualitas.  Kerja sama sesama BUMN, seperti: 1) PT Telkom, pelayanan melalui Call Center 123 dan bersama PT Telkom maupun PT Indosat melalui  telekomunikasi jaringan listrik dan fiber optik PLN; 2) Perum Otorita Jatiluhur (PLTA Jatiluhur), pembelian tenaga listrik; 3) Pertamina dan PT PGN, pemenuhan bahan bakar dan kebutuhan gas; 4) PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam, pemenuhan batu bara; 5) PT. Djakarta Lloyd (Persero), alokasi pekerjaan pengangkutan batubara; dan lain-lain.
Kerjasama dengan non BUMN, seperti: 1) ITB, ITS, UI, UGM, pelatihan, pengembangan SDM dan rekrutmen pegawai; 2) PT.  ICON+, studi kelayakan berkonsep Shared Service Centre (SSC); 3) PT. Wilmar Nabati, proyek konversi BBM menjadi Bahan Bakar Nabati (BBN); 4) PT. RPE dan PT. INALUM di Sumatera; PT Kalimantan Prima Coal, PT Aji Ubaya di Kalimantan; PT. INCO di Sulawesi, pembelian tenaga listrik berupa excess power maupun memenuhi kebutuhan sesuai dengan kontrak  jual beli; 5) Bank Swasta, Bank Pemerintah dan KUD, meningkatkan pelayanan  pembayaran rekening listrik di payment point; 6) PT. Emerada Hess, PT. Kodeco dan PT. Madya Karya Sentosa, Suplai gas; 7) Transparency International Indonesia (TII), memastikan PLN menjalankan usahanya sungguh-sungguh menerapkan praktek GCG dan anti korupsi. PLN juga menjalin kerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pengecekan kebenaran dan akurasi transaksi keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengawasan atas transaksi bisnis yang substansial.
Sedangkan, kerja sama PLN dengan luar negeri, seperti: 1) HAPUA (Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities), meliputi 8 proyek, yaitu: Generation, Transmission, Distribution, Renewable Energy and Environment, ESI Services, Resource Development, Power Reliability and Quality dan Human Resource; 2) AESIEAP (The Association of Electricity Supply Industry East Asia and the Western Pacific), beranggotakan 19 negara, dengan 4 Technical Sub Commitee yaitu: Deregulation, Privatization and Competition (DPC), Power Quality (PC), Performance Benchmarking (PB) dan Customer Relations Management (CRM); 3) Ketua ASEAN Power Grid Consultative Committee dan tergabung dalam IERE (International Electric Research Exchange); 4) Tenaga Nasional Berhad (TNB) Malaysia, interkoneksi Sumatera-Peninsular (Malaysia); dan lain-lain.
Kualitas penerapan praktek GCG perlu dipantau, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Dari tahun 2002 - 2014, PLN telah melakukan 9 (sembilan) kali penilaian kualitas penerapan praktek GCG yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan mengacu pada ketentuan Kementerian BUMN.  Penilaian tersebut membentuk pola skor kualitas penerapan GCG. Tampak grafik menampilkan 5 (lima) kali hasil penilaian terakhir,


Grafik 1. Skor penilaian penerapan GCG PLN tahun  2010-2014
 

Sumber: Laporan Tahunan PLN, 2014


Grafik di atas menunjukan bahwa skor penilaian penerapan GCG PLN tahun 2014 sebesar 84,62 (turun) dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 88,52. Tetapi, masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2010-2012.
PLN  memberi perhatian besar pada  peningkatan kualitas layanan pelanggan, dengan merealisasikan: 1) Peningkatan inovasi layanan berbasis teknologi komunikasi terkini; 2) Penyediaan fitur layanan virtual service dan tanpa sekat (borderless) 24 jam melalui akun facebook PLN 123 dan akun twitter @pln_123 maupun call center 123; dan 3) Solusi mudah bagi pelanggan dalam memenuhi kebutuhan listrik, cepat dan akurat.  


Gambar 2. Layanan Call Centre PLN sebagai wujud integritas PLN. 


Sumber: Laporan Tahunan PLN, 2014

PLN juga mengembangkan layanan Call Back Center (CBC), dimulai dari PLN Distribusi Jakarta dan Tangerang. Bukan hanya menerima telepon pelanggan, tetapi menelepon balik mereka. Layanan tersebut untuk menghilangkan  jasa “calo” dalam pengurusan  permohonan pemasangan baru, penambahan daya atau penyambungan sementara. Itulah sebabnya Call Back Center  dilaksanakan sebagai wujud Integritas Layanan PLN.
PLN mengembangkan sistem informasi berbasis teknologi terkini sesuai kebutuhan dan kaidah IT-Governance terbaik untuk meningkatkan kualitas layanan dan mewujudkan perusahaan berstandar global. Apalagi, PLN IT Strategic Plan (2002) dan PLN IT Master Plan (2004), mengamanatkan perlunya pengembangan aplikasi teknologi informasi dari model distributed menuju sistem yang terpusat dan standar, melalui penguatan infrastruktur jaringan, peningkatan pengolahan data dan keandalan data center. E-Procurement PLN (e-Proc), salah satu aplikasi IT Governance mendukung GCG hasil kebijakan PLN tahun 2000 mengenai  Informasi Stok Material PLN, Penyusunan HPS, dan Monitoring Pergerakan Material. Keuntungan aplikasi tersebut, tahun 2005-2008 menghemat 4,56% terhadap realisasi Harga Perkiraan Sendiri (HPS), yakni Rp.249,40 Milyar dan Rp.1,6 Trilyun dari realisasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) terhadap Total RAB.
"e-Procurement  PT. PLN (Persero) adalah salah satu program yang sangat membantu PLN, untuk mendukung implementasi GCG dalam mewujudkan transparansi, kontrol, keadilan (fairness), penghematan biaya dan mempercepat  proses pengadaan, juga mencegah korupsi dan pada gilirannya meningkatkan Citra Perusahaan" (Fahmi Mochtar, mantan Dirut PLN)
5.     Mengembangkan Energi Terbarukan
Tahun 2014, PLN berupaya mengurangi konsumsi BBM secara bertahap dan  produksi listrik dari pembangkit BBM sebesar 11,37% lebih kecil dibanding tahun sebelumnya sebesar 12,35%. Sedangkan, produksi dari pembangkit non BBM mencapai 88,63% lebih besar dari tahun sebelumnya sebesar 87,65%.

Tabel 2. Bauran energi yang dilakukan oleh PLN tahun 2011-2014

Sumber energi
2011
2012
2013
2014
BBM
24,78
14,97
12,35
11,37
Non-BBM
75,22
85,03
87, 65
88,63
Gas Alam
20,86
23,41
23,96
24,58
Batu Bara
42,39
50,38
51,35
52,59
Panas Bumi
5,20
4,85
4,49
4,39
Air
6,77
6,39
7,85
6,63
Surya dan Bayu
-
-
0,02
0,02
Biodiesel, Olein, dan
Biomass
-
-
-
0,41
Sumber: Sumber: Laporan Tahunan PLN, 2014

Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menegaskan bahwa Pemerintah membuka peluang bagi BUMN di luar PLN, swasta, koperasi, bahkan LSM untuk menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Energi primer untuk mesin pembangkit membutuhkan biaya produksi tinggi. Perlu partisipasi pihak lain untuk membantu pasokan listrik.  Apalagi, energi primer BBM yang merupakan energi tidak terbarukan (unrenewable energy) suatu saat akan habis. PLN mengembangkan pembangkit  berbahan bakar non-BBM untuk menekan biaya produksi. Banyak energi alternatif  yang bisa dikembangkan  seperti: tenaga air mampu menghasilkan energi listrik sebesar 75.000 MW.  Baru dimanfaatkan sekitar 7,54 persen. Tenaga panas bumi berpotensi menghasilkan energi listrik sekitar 28.543 MW dan baru dimanfaatkan sebesar 4,17 persen. Begitu juga potensi biomassa, tenaga angin dan tenaga ombak.
Mesin pembangkit yang dibangun swasta menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan  dilakukan oleh Asia Grand Capital Partners melalui anak perusahaannya Indo Wind  Power Holdings yang berencana membangun dua pembangkit listrik  (Jeneponto 1 dan Jeneponto 2) berkapasitas 62,5 MW dan 100 MW dengan tenaga angin berkecepatan 8 meter per detik yang konstan sepanjang tahun di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan awal tahun 2016 dengan nilai investasi US$320 juta.
PLN menggunakan energi terbarukan diwujudkan keluarnya kebijakan meminimalisasi pemakaian BBM melalui program “pembunuhan berencana” terhadap pembangkit-pembangkit besar berbahan bakar minyak dan  diresmikannya pembangunan Cirata Green Energy (C-Gen) Campus di Jawa Barat tanggal 22 Pebruari 2012 lalu sebagai pusat edukasi berbasis green energy dengan konsep best practice & aplikatif, serta untuk meningkatkan kepedulian semua kalangan dalam bidang green energy.




Gambar 3. Peran Cirata Green Energy (C-Gen) Campus dalam memasok listrik
                dengan bahan bakar energi terbarukan.
Sumber: Anonymous, 2013

Menurut Laporan Tahunan PLN tahun 2014 menunjukan bahwa hasil pencapaian PLN selama 69 tahun PLN berdiri, tepat dirayakannya Hari Listrik Nasional bulan Oktober 2014, adalah: 1) Kapasitas Terpasang Pembangkit sebesar 51.620 MW (Nasional); 2) Jumlah Pelanggan sebanyak Rp. 57,5 juta; 3) Panjang Jaringan Transmisi sebesar 39.909,80 km; 4) Pertumbuhan Pemakaian Listrik (Electricity Consumption Growth) sebesar 8% per tahun; 5) Panjang Jaringan Distribusi (Length of Distribution Network) sebesar  339.558,24 km; 6) Tegangan menengah (Medium Voltage) 339.558,24 km; 7) Tegangan rendah (Low Voltage) 585.753,37 km; 8) Pelanggan Listrik (Prabayar Prepaid Customer) sebanyak 17 Juta terbesar sedunia; 9) Rasio Elektrifikasi (Electrification Ratio) sebesar 84,3%; dan 10) Perusahaan Pendapatan Terbesar di Dunia ke 477 tahun 2014 sebesar  Rp. 292,72 triliun.
6.     Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat bahwa perusahaan BUMN rentan dengan kepentingan politik dalam mengeluarkan kebijakan. Dampaknya, tata kelola perusahaan sarat dengan intervensi dan tindakan KKN yang terjadi pada diri karyawan dan jajarannya. PLN yang bergerak dalam sektor industri listrik yang diperlukan oleh hajat hidup orang banyak berupaya mewujudkan keandalan pasokan listrik. PLN sebagai perusahaan BUMN harus berubah lebih baik agar mempunyai standar global dan berdaya saing dengan perusahaan listrik di dunia.
PLN membutuhkan instrument tata kelola perusahaan yang baik dinamakan Good Corporate Governance (GCG).  Instrumen tersebut memberikan manfaat dan panduan PLN agar bebas dari pengaruh tindakan KKN bagi seluruh karyawan dan jajarannya. Implementasi GCG yang dilakukan PLN seperti: komitmen menyediakan energi listrik dengan menggandeng pihak lain, mendeklarasikan Perusahaan Anti-Suap,  penilaian skor kualitas penerapan praktek GCG, Peningkatan inovasi dalam teknologi informasi (seperti Call Back Center (CBC) dan e-Proc), meningkatkan kompetensi dan integritas SDM, dan mengembangkan energi primer dari energi terbarukan.
Meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dibutuhkan investasi yang besar. Keandalan pasokan listrik diiringi rasio elektrifikasi setiap tahunnya. Keandalan yang tinggi harus diimbangi dengan investasi yang tinggi pula. PLN selama 69 tahun membuktikan hasil dari penerapan GCG dengan baik. Peningkatan berbagai realisasi yang dilakukan PLN memberikan gambaran bahwa PLN berupaya menjadi perusahaan listrik yang berubah lebih baik, berstandar global dan berdaya saing dengan perusahaan listrik di dunia.

Daftar Pustaka
Anonymous. (2012). C-GEN Campus. Pusat Edukasi Green Energy Bekal Untuk Melawan BBM. Jakarta: Info PJB, Maret 2012 (Ed. 75)
__________. (2008). Sistem e-Procurement PT. PLN (Persero) Mampu Memberikan Penghematan Rp. 400 M/Tahun. Diambil dari http://eproc.pln.co.id/
Batubara, Marwan & Widyasa, Rahma. (2014). Tata Kelola Listrik Konstitusional. Diambil dari http://obsessionnews.com/tata-kelola-listrik-konstitusional
Endah, Wiwiek Dwi & Rahmat, Amri Nur.  30 Juni. 2015. Investasi  Pembangkit  Listrik, Asia Grand Siapkan US$320 Juta. Bisnis Indonesia; Hal. 8 (Kol 3-5)
Kadir, Abdul. (1995). Energi - Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Hal.567-568.
Perusahaan Listrik Negara (PLN). (2013). Laporan Tahunan (Annual Report)  2013. Peningkatan Kualitas Tata Kelola dan Inovasi Operasional - Cara PLN untuk Lebih Bersih, Lebih Maju dan Lebih Sehat. Jakarta: PLN
Perusahaan Listrik Negara (PLN). (2014). Laporan Tahunan (Annual Report) 2014. Menuju Level Kinerja Baru. Jakarta: PLN
Rahmat, Muhamad. (2012). Tata Kelola yang Baik untuk PLN yang Lebih Baik. Diambil dari http://www.fiscuswannabe.web.id/2012/10/pln.html


Tag:
PLN
TataKelolayangBaik 
 

Post a Comment for "Peningkatan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Perusahaan Listrik Negara (PLN)"