MERENDA NASIONALISME DI PERBATASAN MENUJU INDONESIA BANGKIT
MERENDA NASIONALISME DI PERBATASAN
MENUJU INDONESIA BANGKIT
Oleh Casmudi, S.AP
Betapa kita bangga mempunyai bumi
pertiwi yang bernama Indonesia. Tidak terasa sudah 68 tahun, kita mengalami kemerdekaan
yang diperoleh dengan darah, keringat, dan pengorbanan yang luar biasa. Sayang,
mari kita lihat realita setelah kemerdekaan sekarang. Politik mercusuar masih saja terjadi. Program
pembangunan selalu dekat dengan pusat
pemerintahan (baca: Pulau Jawa). Bagaimana dengan pulau lainnya, seperti
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Apalagi, keadaan di perbatasan Indonesia
justru bertolak belakang dengan isi UUD 1945 amandemen sesuai pasal 33 ayat (4)
yang berbunyi, “perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan,
kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional”. Masih relevankah dengan keadaan di perbatasan terkini?
Daerah perbatasan yang merupakan garda terdepan justru “dianaktirikan”.
Pembangunan berbagai insfrastruktur baik sarana transportasi maupun pendidikan di
perbatasan tidak se-glamour di pulau
Jawa. Sikap pilih kasih terhadap masyarakat perbatasan jangan sampai memantik turunnya
rasa nasionalisme. Contoh, masyarakat
di perbatasan Indonesia-Malaysia justru mempunyai ikatan emosional terhadap negara
tetangga. Kebutuhan sehari-hari diperoleh dari negara tetangga dengan mudah dan
murah. Lagi, fasilitas mewah, seperti jalan mulus dan gedung sekolah yang
mentereng membuat kecemburuan luar biasa
dibandingkan fasilitas yang ada di negara kita. Jalan becek dan berlumpur ketika musim
penghujan dan sarana pendidikan yang sederhana, seperti anak-anak di Dusun
Mungguk Kubu Hilir, Desa Kubu Berangan, Kecamatan Ketungau Tengah, Sintang, Kalbar.
Mereka bersekolah di gubuk berukuran 8 x
12 meter,
bertiang kayu bulat, atas sirap, dinding dan lantai terbuat dari papan.
Begitupun dengan kursi dan meja belajarnya, sangat sederhana (Tribunnews.com).
Sungguh, rasa nasionalisme terhadap merah
putih lebih besar dibandingkan kilauan fasilitas negara tetangga. Mereka
mampu merenda rasa nasionalisme,
meskipun pemerintah masih mengulur-ulur terhadap kesejahteraan mereka. Mereka
masih mau menyanyikan lagu Indonesia Raya di sekolah-sekolah. Mereka masih mau
mengibarkan bendera merah putih dan meneteskan air mata betapa bangganya
menjadi bagian dan setia menjaga kedaulatan NKRI. Mereka hanya ingin bangkit
dari keterpurukan ekonomi dan ketidakpedulian
pemerintah. Mereka tidak membutuhkan janji-janji yang penuh “pemanis buatan”. Mereka
hanya menuntut keadilan ekonomi dari pemerintah. Jangan berikan mereka dengan permainan
tingkat tinggi elit “kerah putih” yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Karena,
dalam hati mereka, “bagaimanapun saya tetap cinta bangsaku, Indonesia”. Salam
Indonesia Bangkit!
NB. Anda bisa baca di link berikut:
http://www.siperubahan.com/read/525/MERENDA-NASIONALISME-DI-PERBATASAN--MENUJU-INDONESIA-BANGKIT
Jangan lupa tinggalkan komentar, klik like dan sharingnya teman-teman. Salam Indonesia Bangkit!
Post a Comment for "MERENDA NASIONALISME DI PERBATASAN MENUJU INDONESIA BANGKIT"